Himpunan Yang Sudah Tua
Himpunan Mahasiswa Islam atau
disingkat HMI adalah organisasi Mahasiswa Islam yang berdiri pada tanggal 5
februari 1947. Baru saja, beberapa hari yang lalu, organisasi ini merayakan
harlah nya yang ke-74. Di usia yang tak muda lagi, tentu organisasi ini sudah
memiliki banyak sekali lika-liku dalam tiap-tiap periode kepengurusannya. Baik
ditingkat Pengurus Besar (PB), Badko, Cabang hingga Komisariat. Namun semakin
kesini, dinamika yang terjadi didalam tubuh Himpunan ini dianggap Dinamika yang
tak membangun. Alih-alih menjunjung tinggi idealisme, justru sifat Pragmatis dan
Oportunis yang terlihat begitu telanjang dipertontonkan.
Dalam beberapa tulisan, saya membaca
banyak opini bahkan karya ilmiah tentang HMI. Namun yang Paling radikal menurut
saya adalah tulisan yang meminta untuk HMI dibubarkan saja. Dalam tulisannya,
ia menyebut bahwasannya himpunan ini sudah begitu tua sehingga sudah layak
untuk dilakukan Dekonstruksi. Yang paling menggelitik, didalam diskusi saya
dengan beliau, ia mengatakan bahwasannya “jika tidak dibubarkan, maka suruh
saja Kader-Kader ini jualan sarung.” Saya tahu jika ini sebuah sarkas terhadap
kader-kader himpunan ini sekarang. Dan mungkin saja beliau “Menyindir” saya. Hahaha
Bubarkan HMI atau Pakai Sarung Saja
Saat setelah diskusi Ke-HMI an saya
dengan salah satu Alumni HMI, dikepala saya masih terbayang tentang ucapan
beliau. Apa hubungannya HMI yang sudah tua dan layak dibubarkan karena
kemundurannya sudah sangat banyak dengan “Jualan Sarung”. Tentu saya cari-cari
refrensi tentang “Jualan Sarung” ini. Ternyata, ini adalah perkataan D.N. Aidit
(Tokoh PKI) dalam pidatonya di Istora Senayan Beberapa hari Sebelum Pristiwa
GESTAPU. Saat itu ia sedang mengagitasi para Anggota CGMI, Organisasi Mahasiswa
Komunis. Ia mengatakan “Kalau Tidak Bisa Membubarkan HMI, Pakai Sarung Saja”. Kutipan
Kalimat yang dilontarkan D.N. Aidit tersebut saya baca diberbagai sumber, salah
satunya Buku Karya Sang Panutan Salim Said yang berjudul dari Gestapu ke Reformasi
(Halaman 29 Paragraf 2).
Saya menyimpulkan bahwa alumni yang
menyuruh jualan sarung tersebut meng-imbuh pernyataan aidit. (Dalam Hati
berkata, Ini senior saya pengikut aidit apa gimana yah? Hahah).
Dahulu, PKI menginginkan Betul jika
berbagai Organisasi salah satunya HMI agar dibubarkan. Taktik ini mereka
jalankan agar beberapa organisasi independen dan terutama yang kontra terhadap
Komunis dikikis habis sehingga tidak ada batu sandungan bagi PKI untuk menampuk
Kursi kekuasaan. Dengan Menjilat kepada Pemimpin Besar Revolusi (Soekarno) PKI
berharap agar jalannya mulus tanpa hambatan, padahal ini menyalahi konsep HAM
yang dibawa oleh Founding Fathers kita yakni Kebebasan Berserikat, Menyatakan
Pendapat dsb. Bukannya HMI yang hilang, malah PKI nya yang Dibabat Habis.
Analisis saya, PKI menggunakan
Polstratak KATAK, yang berbunyi demikian “ Jika ingin lompat jauh dan tinggi,
Maka Pijak bawah kuat-kuat, Sikut kanan kiri, jilat keatas.” Hal ini saya
pandang sinonim dengan kondisi saat ini, dimana terdapat beberapa oknum kader
yang menggunakan Politik Katak demi menampuk kursi yang diinginkan. Tentunya kelakuan
ini adalah sinonim terhadap kelakuan PKI. Sehingga saya menjadi paham kenapa
beliau meminta Untuk Membubarkan HMI atau Jualan Sarung Saja.
Indikator Kemunduran HMI dalam Penglihatan Saya
Salah satu Alumni HMI, Agussalim Sitompul,
pada tahun 2008 menulis sebuah buku yang berjudul “44 Indikator Kemunduran HMI”.
Bicara tentang beliau, saya rasa semua kader HMI tahu siapa sosok beken ini.
Agussalim Sitompul merupakan alumni HMI. Beliau masuk HMI pada tahun 1963,
dengan melewati tiga zaman, yakni Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi, serta rekam
jejaknya di HMI, tentu tulisan beliau yang saya sebut diatas memiliki dasar dan
memiliki legitimasi baik berdasarkan De
Jure maupun De Facto.
Dari buku beliau, saya menyoroti beberapa Indikator Kemunduran HMI, yakni :
- Memudarnyanya “tradisi intelektual HMI”.
- HMI tidak punya gagasan atau karya yang layak diketengahkan sebagai kontribusi untuk memecahkan berbagai problem yang muncul dalam masyarakat.
- HMI terlalu banyak retorika daripada action.
- HMI lambat, bahkan terlambat tidak dapat mengikuti perkembangan realitas sosial budaya yang berkembang sangat cepat.
- Ketika pemilihan Ketua Umum PB HMI berlangsung di Kongres HMI, nampak gejala terjadi main duit atau money politic yang sangat merusak moral dan akhlak kepemimpinan serta citra HMI di mata anggota dan masyarakat luas.
- HMI dan kader-kader penerus kurang mampu mengikuti jejak para pendahulunya yang memiliki pandangan visioner, sebagaimana dilakukan pemrakarsa pendiri HMI Lafran Pane dan para penerusnya.
- senang membuat program, kurang mampu membuat agenda pelaksanaannya.
- HMI kehilangan strategi perjuangan.
Saya pribadi hendak menambahkan
indikator kemunduran tersebut, dan menurut saya ini adalah hal yang paling
krusial, yakni “Mematikan Proses Kader dan Perkaderan Anggota Lain demi
kepentingan pribadi dengan dalih ini adalah bagian dari proses”.
Sering saya jumpai tulisan di
instagram ataupun facebook yang membahas tentang mematikan perkaderan anggota
HMI, dan jika dilihat dikolom komentar, banyak yang membuat satire dengan
komentar sebagai berikut “Ini bagian dari
proses adinda” sembari membubuhkan emotikon Tertawa. Saya beranggapan, ini adalah perbuatan “terkutuk” kader HMI.
Padahal jelas termaktub dalam anggaran dasar HMI bahwasannya Tujuan Organisasi
ini adalah “Terbinanya insan akademis, pencipta pengabdi dst”(pasal 4). Serta fungsinya
yakni sebagai organisasi kader (pasal 8). Namun dalam prakteknya, ada saja
oknum kader yang hendak atau bahkan telah melakukan “CUT” atau Mematikan Proses anggota-anggota HMI lainnya. Tak heran
jika organisasi yang semakin tua ini banyak diminta untuk dilakukan nya
Dekonstruksi terhadapnya.
BACA JUGA TULISAN MENARIK LAINNYA, KLIK GAMBAR DIBAWAH INI

1 Comments
Jangan hacurkan gelasnya... tumpahin ajah airnya... ganti dgn air yg bersih....
ReplyDeleteada jargon yg saya kutip dari beberapa qoutes bhwa: setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya. Semoga kader HMI bisa lebih oke kedepan
BIJAKLAH DALAM BERKOMENTAR