Hubungan Etika Dan Moral
Etika merupakan cabang filsafat yang mempelajari
pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah
kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakai filsafat etika, filsafat moral atau
filsafat susila. Dengan demikian dapat dikatakan, etika ialah penyelidikan
filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia dan hal-hal yang baik dan buruk.
Etika adalah penyelidikan filsafat bidang moral. Etika tidak membahas keadaan manusia,
melainkan membahas bagaimana seharusnya manusia itu berlaku benar. Etika juga
merupakan filsafat praxis manusia. etika adalah cabang dari aksiologi, yaitu
ilmu tentang nilai, yang menitikberatkan pada pencarian salah dan benar dalam
pengertian lain tentang moral.
Etika dapat dibedakan menjadi tiga macam:
1. etika sebagai ilmu, yang merupakan kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaian perbuatan seseorang.
2. etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan kebajikan. Misalnya, seseorang dikatakan etis apabila orang tersebut telah berbuat kebajikan.
3. etika sebagai filsafat, yang mempelajari
pandangan-pandangan, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah
kesusilaan.
Kita juga sering mendengar istilah descriptive ethics,
normative ethics, dan philosophy ethics.
a. Descriptive ethics, ialah
gambaran atau lukisan tentang etika.
b. Normative ethics, ialah
norma-norma tertentu tentang etika agar seorang dapat dikatakan bermoral.
c. Philosophy ethics, ialah etika
sebagai filsafat, yang menyelidiki kebenaran.
Etika sebagai filsafat, berarti mencari keterangan
yang benar, mencari ukuran-ukuran yang baik dan yang buruk bagi tingkah laku
manusia. Serta mencari norma-norma, ukuran-ukuran mana susial itu, tindakan
manakah yang paling dianggap baik. Dalam filsafat, masalah baik dan buruk (good
and evil) dibicarakan dalam etika. Tugas etika tidak lain berusaha untuk hal
yang baik dan yang dikatakan buruk. Sedangkan tujuan etika, agar setiap manusia
mengetahui dan menjalankan perilaku, sebab perilaku yang baik bukan saja bagi
dirinya saja, tetapi juga penting bagi orang lain, masyarakat, bangsa dan
Negara, dan yang terpenting bagi Tuhan yang Maha Esa.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu;
1. Ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Bertens mengemukakan bahwa urutan tiga arti tersebut
kurang kena, sebaiknya arti ketiga ditempatkan didepan karena lebih mendasar
daripada yang pertama, dan rumusannya juga bisa dipertajam lagi.
Dengan demikian, menurut Bertens tiga arti etika dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Etika dipakai dalam arti:
nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “system
nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. Misalnya
etika orang jawa, etika agama Buddha.
2. Etika dipakai dalam arti:
kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik.
Misalnya, Kode Etik Advokat Indonesia.
3. Etika dipakai dalam arti: ilmu
tentang yang baik dan yang buruk. Arti etika disini sama dengan filsafat moral.
Dihubungkan dengan Etika Profesi Sekretaris, etika
dalam arti pertama dan kedua adalah relevan karena kedua arti tersebut
berkenaan dengan perilaku seseorang atau sekelompok profesi sekretaris.
Misalnya sekretaris tidak bermoral, artinya perbuatan sekretaris itu melanggar
nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok sekretaris
tersebut. Dihubungkan dengan arti kedua, Etika Profesi Sekretaris berarti Kode
Etik Profesi Sekretaris.
Pengertian etika juga dikemukakan oleh Sumaryono
(1995), menurut beliau etika berasal dati istilah Yunani ethos yang mempunyai
arti adapt-istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari pengertian
tersebut, etika berkembang menjadi study tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang
menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia
yang diwujudkan melalui kehendak manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi,
etika dapat dibedakan antara etika perangai dan etika moral.
1. Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan
yang menggambaran perangai manusia dalam kehidupan bermasyarakat di
aderah-daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Etika perangai tersebut
diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian
perilaku.
Conto etika perangai:
- berbusana adat
- pergaulan muda-mudi
- perkawinan semenda
- upacara adat
2. Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku
yang baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar
timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan
ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Contoh etika moral:
- berkata dan berbuat
jujur
- menghargai hak orang
lain
- menghormati orangtua dan
guru
- membela kebenaran dan
keadilan
- menyantuni anak
yatim/piatu.
Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak manusia
berdasarkan kesadaran, dan kesadaran adalah suara hati nurani. Dalam kehidupan,
manusia selalu dikehendaki dengan baik dan tidak baik, antara benar dan tidak
benar. Dengan demikian ia mempertanggung jawabkan pilihan yang telah dipilihnya
itu. Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan benar.
Apabila manusia melakukan pelanggaran etika moral, berarti dia berkehendak
melakukan kejahatan, dengan sendirinya berkehandak untuk di hukum. Dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, nilai moral dijadikan dasar hukum
positif yang dibuat oleh penguasa.
Etika Pribadi dan Etika Social
Dalam kehidupan masyarakat kita mengenal etika pribadi
dan etika social. Untuk mengetahui etika pribadi dan etika social diberikan
contoh sebagai berikut:
1) Etika Pribadi. Misalnya seorang
yang berhasil dibidang usaha (wiraswasta) dan menjadi seseorang yang kaya raya
(jutawan). Ia disibukkan dengan usahanya sehinnga ia lupa akan diri pribadinya
sebagai hamba Tuhan. Ia mempergunakan untuk keperluan-keperluan hal-hal yang
tidak terpuji dimata masyarakat (mabuk-mabukan, suka mengganggu ketentraman
keluarga orang lain). Dari segi usaha ia memang berhasil mengembangkan usahanya
sehinnga ia menjadi jutawan, tetapi ia tidak berhasil dalam emngembangkan etika
pribadinya.
2) Etika Social. Misalnya seorang
pejabat pemerintah (Negara) dipercaya untuk mengelola uang negara. Uang milik
Negara berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Pejabat tersebut ternyata
melakukan penggelapan uang Negara utnuk kepentingan pribadinya, dan tidak dapat
mempertanggungjawabkan uang yang dipakainya itu kepada pemerintah. Perbuatan
pejabat tersebut adalah perbuatan yang merusak etika social.
MANFAAT ETIKA
1. Dapat membantu suatu pendirian
dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana
yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah, sehingga dalam melayani
tamu kita tetap dapat yang layak diterima dan ditolak mengambil sikap yang bisa
dipertanggungjawabkan.
3. Dapat membantu seseorang mampu
menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua
dimensi atau nilai-nilai yang dibawa tamu dan yang telah dianut oleh petugas.
Setelah kita mengetahui tentang etika dan moral,
bagaimanakah hubungan antara etika dan moral tersebut?
Moral adalah kepahaman atau pengertian mengenai hal
yang baik dan hal yang tidak baik. Sedangkan etika adalah tingkah laku manusia,
baik mental maupun fisik mengenai hal-hal yang sesuai dengan moral itu.
Etika adalah penyelidikan filosofis mengenai kewajiban
manusia serta hal yang baik dan yang tidak baik. Bidang inilah yang selanjutnya
disebut bidang moral.
Objek etika adalah pernyataan-pernyataan moral. Oleh
karena itu, etika bisa juga dikatakan sebagai filsafat tentang bidang
moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia
harus bertindak.
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi
pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk
perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran)
tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan
moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari
bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa
sehari-hari, yang dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi
petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral
adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah
laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih
baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan
hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
Pengertian moral dibedakan dengan pengertian
kelaziman, meskipun dalam praktek kehidupan sehari-hari kedua pengertian itu
tidak jelas batas-batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa pikiran
panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dsb. Jadi, kelaziman
itu merupakan norma-norma yang diikuti tanpa berpikir panjang dianggap baik, yang
berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Moral juga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Moral murni, yaitu moral yang
terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran
Ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2. Moral terapan, adalah moral
yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat, yang menguasai
pemutaran manusia.
FAKTOR PENENTU MORALITAS
Sumaryono (1995) mengemukakan tiga factor penentu
moralitas perbuatan manusia, yaitu:
1. Motivasi
2. Tujuan akhir
3. Lingkungan perbuatan
Perbuatan manusia dikatakan baik apabila motivasi,
tujuan akhir dan lingkungannya juga baik. Apabila salah satu factor penentu itu
tidak baik, maka keseluruhan perbuatan manusia menjadi tidak baik.
Motivasi adalah hal yang diinginkan para pelaku
perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi,
motivasi itu dikehendaki secara sadar, sehingga menentukan kadar moralitas
perbuatan.
Sebagai contoh ialah kasus pembunuhan dalam keluarga:
- yang diinginkan pembunuh
adalah matinya pemilik harta yang berstatus sebagai pewaris
- Sasaran yang
hendak dicapai adalah penguasa harta warisan
- Moralitas perbuatan
adalah salah dan jahat
Tujuan akhir (sasaran) adalah diwujudkannya perbuatan
yang dikehendakinya secara bebas. Moralitas perbuatan ada dalam kehendak.
Perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh
pelakunya. Sebagai contoh, ialah kasus dalam pembunuhan keluarga yang
dikemukakan diatas:
- perbuatan yang
dikehendaki dengan bebas (tanpa paksaan) adalah membunuh.
- diwujudkannya perbuatan
tersebut terlihat pada akibatnya yang diinginkan pelaku, yaitu matinya pemilik
harta (pewaris)
- moralitas perbuatan
adalah kehendak bebas melakukan perbuatan jahat dan salah.
Lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara
aksidental mengelilingi atau mewarnai perbuatan. Termasuk dalam pengertian
lingkungan perbuatan adalah:
- manusia yang terlihat
- kualiitas dan kuantitas
perbuatan
- cara, waktu, tempat
dilakukannya perbuatan
- frekuensi perbuatan
Hal-hal ini dapat diperhitungkan sebelumnya atau dapat
dikehendaki ada pada perbuatan yang dilakukan secara sadar. Lingkungan ini
menentukan kadar moralitas perbuatan yaitu baik atau jahat, benar atau salah.
MORALITAS SEBAGAI NORMA
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, moralitas
adalah kualitas perbuatan manusiawi, sehingga perbuatan dikatakan baik atau
buruk, benar atau salah. Penentuan baik atau buruk, benar atau salah tentunya
berdasarkan norma sebagai ukuran. Sumaryono (1995) mengklasifikasikan moralitas
menjadi dua golongan, yaitu:
1. Moralitas objektif
Moralitas objektif adalah moralitas yang terlihat pada
perbuatan sebagaimana adanya, terlepas dari bentuk modifikasi kehendak bebas
pelakunya. Moralitas ini dinyatakan dari semua kondisi subjektif khusus
pelakunya. Misalnya, kondisi emosional yang mungkinmenyebabkan pelakunya lepas
control. Apakah perbuatan itu memang dikehendaki atau tidak. Moralitas objektif
sebagai norama berhubungan dengan semua perbuatan yang hakekatnya baik atau
jahat, benar atau salah. Misalnya:
- menolong sesama manusia
adalah perbuatan baik
- mencuri, memperkosa,
membunuh adalah perbuatan jahat
Tetapi pada situasi khusus, mencuri atau membunuh
adalah perbuatan yang dapat dibenarkan jika untuk mempertahankan hidup atau
membela diri. Jadi moralitasnya terletak pada upaya untuk mempertahankan hidup
atau membela diri (hak utnuk hidup adalah hak asasi).
2. Moralitas subjektif
Moralitas subjektif adalah moralitas yang melihat perbuatan
dipengaruhi oleh pengetahuah dan perhatian pelakunya, latar belakang,
stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainnya. Moralitas ini
mempertanyakan apakah perbuatan itu sesuai atau tidak denga suara hati nurani
pelakunya. Moralitas subjektif sebagai norma berhebungan dengan semua perbuatan
yang diwarnai nait pelakunya, niat baik atau niat buruk. Dalam musibah
kebakaran misalnya, banyak orang membantu menyelamatkan harta benda korban, ini
adalah niat baik. Tetapi jika tujuan akhirnya adalah mencuri harta benda karena
tak ada yang melihat, maka perbuatan tersebut adalah jahat. Jadi, moralitasnya
terletak pada niat pelaku.
Moralitas dapat juga instrinsik atau ekstrinsik.
Moralitas instrinsik menentukn perbuatan itu benar atau salah berdasarkan hakekatnya,
terlepas dari pengaruh hokum positif. Artinya, penentuan benar atau salah
perbuatan tidak tergantung pada perintah atau larangan hokum positif. Misalnya:
- gotong royong
membersihkan lingkungan tempat tinggal
- jangan menyusahkan orang
lain
- berikanlah yang terbaik
Walupun Undang-undang tidak mengatur
perbuatan-perbuatan tersebut secara instrinsik menurut hakekatnya adalah baik
dan benar.
Moralitas ekstrinsik menentukan perbuatan itu benar
atau salah sesuai dengan sifatnya sebagai perintah atau larangan dalam bentuk
hokum positif. Misalnya:
- larangan menggugurkan
kandungan
- wajib melaporkan mufakat
jahat
Perbuatan-perbuatan itu diatur oleh Undang-undang
(KUHP). Jika ada yang menggugurkan kandungan atau ada mufakat jahat berarti itu
perbuatan salah.
Pada zaman modern muali muncul perbuatan yang
berkenaan dengan moralitas, yang tadinya dilarang sekarang malah dibenarkan.
Contohnya:
- Euthanasia untuk
menghindarkan penderitaan berkepanjangan.
- Aborsi untuk
menyelamatkan ibu yang hamil.
- Menyewa rahim wanita
lain untuk membesarkan janin bayi tabung.
BACA JUGA TULISAN MENARIK LAINNYA, KLIK GAMBAR DIBAWAH INI
0 Comments
BIJAKLAH DALAM BERKOMENTAR