Tiada yang istimewa hari itu,seperti biasa pukul 6 pagi aku sudah siap dengan segala kelengkapan,untuk berangkat sekolah.Hanya saja ayah ku terlihat rapi sekali,begitu mau berangkat sekolah di depan teras,ku lihat ayahku,dengan pakaian yang sudah rapi.pasti ayah mau ke kota(pikirku).maklum desa ku, seperti kabanyakan desa-desa pada umumnya yang identik dengan keterbatasan(katakanlah dari segi industri) semisal pakaian,peralatan rumah tangga, moda transportasi,yang hanya di dapat di kota.Ketergantungan desa akan kebutuhan-kebutuhan industri memang tidak dapat di pungkiri lagi.
Sepeda motor misalnya,yang
pada awalnya di desaku merupakan barang mewah ya jika di klasifikasikan masuk
dalam kategori kebutuhan tersier,lambat laun seiring hegemoni industri akhirnya
sepeda motor di desaku menjadi kebutuhan primer.mau tidak mau,sanggup tidak
sanggup,tapi begitulah faktanya di desaku dan desa desa pada umumnya.
Dengan persiapan yang
sudah lengkap seraya berpamitan dengan ayah,akupun berangkat ke sekolah,di
jalan aku pun langsung berjumpa dengan kawan sekolah,berjalan
beriringan,layaknya segerombolan unggas yang akan memasuki kandang. Di
gerombalan itu ada yang riang,ada yang tertawa-tawa dengan lelucon, dan ada
pula yang sibuk bertanya siapa yang belum selesai tugas sekolah biasalah
mencari kawan senasib sepenanggungan.Dan pagi itu aku masuk dalam kelompok yang
sedang asik berlelucon sambil tertawa.
Hari itu merupakan hari
pertama kami masuk sekolah,setelah sekian lama libur panjang.aku yang sudah
duduk di kelas 3 SMA. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat 11 tahun yang lalu
tepat pada tahun 1989 ayah mengawani aku yang masih kanak-kanak untuk mendaftar
sekolah dasar ya begitulah berdasarkan tahun sudah cukup lama,namun 11 tahun
itu serasa baru kemarin.
Aku bernama zainal,anak
pertama dari 6 bersaudara,tinggal di belahan dunia terpencil,dalam keluarga
sederhana,sebagai anak lelaki pertama,keluargaku sangat berharap kepadaku akan
adik adik ku.ayah selalu berpesan kepadaku di waktu waktu senggang ketika kami
bercerita-cerita agar kelak ketika ayah dan ibu tiada aku harus bertanggung
jawab kepada adik-adik ku,ayah ku memang sudah tua, 68 tahun umurnya.
Sudah 4 tahun belakangan
ayahku sakit-sakitan kudengar ayah ku mengidap kanker,dan menurut seorang
dokter rumah sakit tempat ayah berobat mengatakan umur ayah ku tidak lama
lagi,yang sejak empat tahun terakhir menjadi bayang-bayang yang selalu
menghantui ku,kadang aku berkhayal lalu menangis sendiri di kamar ku tempat
biasa aku merenung.kala aku sendiri di kamar tidur ku aku memang sering
berimajinasi liar,angan-angan dan khayalan tanpa batas, imajinasi memang satu
bentuk kemerdekaan setiap insan,yang tak pernah terbelunggu oleh apapun.
1.20 bel sekolah ku pun
berbunyi penanda waktunya pulang,dan aku pun secepat kilat,tunggang langgang
meninggalkan kelas sesikit berlari tanpa menghiraukan kawan-kawanku selain lapar
di perut yang membuat ku ingin segera di rumah,adalah melihat apa yg di bawa
ayah sepulang dari kota,karena ayah biasanya membawa barang-barang baru kerumah
ketika bepergian ke kota.dua puluh menit waktu yang kuhabiskan diperjalanan
untuk sampai di rumah.
Setiba di rumah ku lihat
lah barang baru yg di beli ayahku sebuah tiang tinggi menjulang di samping
rumah ku tertancap. terakhir ku tahu nama nya antena.yang membuat ku bingung
dan kecewa akan barang yang di beli ayahku karena aku pikir apa gunanya sebuah
besi panjang,bukankah begitu banyak bambu-bambu diladang yang tak kalah panjang
dengan tiang besi itu.
Tak berapa lama pikiran
ku tentang tiang tak berguna itu pun terbantahkan ternyata tiang(antena) yang
di bawa ayahku itu adalah alat pembuat sinyal untuk benda yang di sebut
telephone sebuah alat komunikasi suara yang membuat orang dapat terhubung meski
berjauhan bukan main riang nya hati ku saat itu,di tambah lagi ayahku membeli
sebuah mesin yang dapat yang menghasilkan listrik yang dapat menghidupkan benda
benda kuning yng di beri nama lampu.
Kecanggihan alat-alat
yang dibawa ayahku dari kota membuat ku merasa sial hidup tinggal di belahan
dunia terpencil yang aku sebut,kami sebut desa. Alangkah hebatnya kota, gumam
ku dalam hati.
TUNGGU KELANJUTAN NYA DI
EPS 02
BACA JUGA TULISAN MENARIK LAINNYA, KLIK GAMBAR DIBAWAH INI
0 Comments
BIJAKLAH DALAM BERKOMENTAR